Gunung
bromo yang terkenal dengan keindahan sunrisenya yang dapat dinikmati
dipananjakan dengan ketinggian 2000 m diatas permukaan laut juga menyimpan keindahan
lain dengan hamparan lautan pasir yang sangat luas dengan luas sekitar 50km
yang ditengahnya terdapat pura poten yang digunakan sebagai tempat ibadah
masyarakat lereng bromo. Sedangkan kawah gunung bromo berada disebelah utara
dengan ketinggian sekitar 2000m diatas permukaan laut yang masih aktif dan
setiap saat dapat mengeluarkan kepulan asap ke udara. Suku adat gunung bromo
adalah suku tengger yang menempati sebagian wilayah kabupaten probolinggo,
pasuruan, lumajang dan malang. Mayoritas agama di suku tengger bromo adalah
hindu namun saat ini masyarakat tengger bromo juga menganut agama lain yaitu
islam. Meskipun begitu mereka hidup rukun dan berdampingan tanpa pernah ada
konflik satu sama lain. Masyarakat suku tengger bromo sebagian besar bekerja
sebagai petani sayuran. Dalam satu tahun mereka dapat bercocok tanam 2 kali
pada saat musim hujan. Ladang mereka berada disekitar lereng-lereng gunung dan
ada juga yang diperbukitan jauh dari rumah tempat tinggal mereka. Hasil
pertaniannya berupa bawang, kentang, wortel, kol. Hasil panen dari bertani
biasanya dibawa ke kota-kota yang ada di jawa timur. Tidak hanya mengandalkan
pekerjaan sebagai petani sayuran namun masyarakat lereng bromo juga memelihara
kambing dan sapi. Tetapi pekerjaan tersebut dilakukan mereka hanya pada saat
musim kemarau ketika sayuran tidak dapat tumbuh dengan subur seperti saat musim
hujan. Ada juga yang bergelut dibidang pariwisata sebagai supir jeep yang
menyewakan jasa ke pananjakan dan lautan pasir.
Kehidupan
masyarakat tengger sangat berpegang teguh dengan adat istiadat dan budaya yang
dipegangnya. Terdapat upacara-upacara keagamaan adat setempat seperti upacara
karo yang merupakan hari raya terbesar masyarakat tengger diawali pada tanggal
15 kalender saka tengger yang bertujuan untuk mengadakan pemujaan untuk sang
hyang widi, upacara pujan kapat atau bulan ke empat menurut tahun saka, upacara
pujan kapitu atau bulan ketujuh yaitu dengan melakukan pati geni (nyepi) selama
satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur dan selanjutnya melakukan
puasa mutih (tidak boleh makan yang berasa ataupun yang dimasak dengan minyak
goreng), upacara pujan kawolu jatuh pada bulan ke delapan tanggal 1 tahun saka,
upacara kasanga jatuh pada bulan ke sembilan tanggal 24 setelah purna tahun
saka dan upacara kasada yang jatuh pada bulan dua belas tanggal 14 dan 15 yang
dilakukan dipura poten yang terletak di tengah lautan pasir saat menjelang
pagi. Upacara dilaksanakan pada saat purnama bulan kasada (ke
dua belas) tahun saka, upacara ini juga disebut dengan hari Raya Kurba.
Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya kasada, diadakan berbagai tontonan
seperti: tari-tarian, balapan kuda di lautan pasir, jalan santai, pameran.
Sekitar pukul 05.00 pendeta dari masing-masing desa, serta masyarakat tengger
mendaki gunung Bromo untuk melempar kurban (sesaji) ke kawah gunung bromo.
Dalam
masyarakat tengger ada juga seorang dukun namun jika dijawa pada umumnya dukun
merupakan seorang paranormal atau tabib, lain jika di suku tengger bromo. Pada masyarakat tengger dukun merupakan orang yang
disucikan, dukun juga berperan penting dalam pelaksanaan upacara adat. Selain itu
juga beperan dalam segala pelaksanaan adat baik perkawinan, kematian dan
kegiatan lainnya. Dukun juga sebagai tempat bertanya untuk mengatasi kesulitan
yang dialami oleh masyarakat lereng bromo dan berperan penting dalam
pelaksanaan upacara adat tengger.
Pada
umumnya masyarakat tengger mempunyai pendirian yang bagus atas perkawinan di
adat mereka. Poligami dan perceraian jarang terjadi atau bahkan dapat dikatakan
tidak pernah terjadi. Perkawinan dibawah umur juga sudah tidak terjadi didaerah
tersebut, mereka pada umumnya menikah pada umur 18 tahun ke atas. Tidak ada
sistem perjodohan dalam pernikahan di masyarakat tengger, mereka yang menikah
memang didasari oleh rasa suka satu sama lain tanpa adanya paksaan dari kedua
belah pihak orang tua atau keluarga. Pernikahan dalam masyarakat tengger tidak
beda jauh dengan pernikahan dijawa pada umumnya. Mereka juga melakukan prosessi
lamaran yaitu pihak laki-laki datang ke tempat pihak wanita, calon yang akan
dinikahinya. Apabila kedua belah pihak keluarga setuju barulah menentukan hari
perkawinan yang disetujui kemudian melakukan upacara perkawinan. Kedua calon
mempelai dinikahkan oleh dukun pandita di desa tersebut, akhad nikah biasanya
dilakukan dibalai desa yang dihadiri keluarga dan tetangga-tetangga terdekat. Dalam
acara perkawinan masyarakat tengger kabupaten probolinggo menggunakan pakaian
adat yang disebut dengan “Basahan Hitam” untuk
laki-laki dan untuk wanita menggunakan kebaya seperti adat jawa tengah tetapi
kebaya di upacara perkawinan adat tengger kebaya yang digunakan berwarna hitam
dan juga menggunakan jarit. Karena mayoritas agama masyarakat tengger adalah
hindu, sebagian besar dari mereka menikah dengan yang beragama hindu pula,
tetapi tidak dilarang juga jika ada yang menikah beda agama. Setelah menikah
biasanya pihak laki-laki yang mengikuti pihak perempuan dengan bertempat
tinggal dirumah orang tua pihak wanita seperti yang terjadi di jawa tengah.
Namun tidak melarang pula jika pihak laki-laki menghendaki istrinya ikut
tinggal dirumah orang tua sang suami. Setelah acara akad nikah juga dilakukan
pesta pernikahan. Dalam perkawinan dimasyarakat tengger terdapat hajat besar
dan hajat kecil. Hajat besar di lakukan
dengan menampilkan berbagai pertunjukan seperti wayang kulit, pesta
hajatan tersebut biasanya dilakukan selama 2 hari 2 malam. Sedangkan hajat
kecil hanya dilakukan secara sederhana. Sistem perkawinan yang demikian mampu
dipertahankan oleh masyarakat tengger.
Ditengah
modernitas pariwisata yang berkembang semakin pesat dikawasan wisata Gunung
Bromo Probolinggo, masyarakat tengger tetap mempertahankan dan memegang teguh
warisan kebudayaan dan ciri khas serta adat istiadat yang sudah dijalankannya
secara turun menurun dari nenek moyang mereka. Seperti halnya perkawinan yang
tetap dilaksanakan dengan upacara adat-adat masyarakat suku tengger lereng
bromo yang tidak berubah dari tahun ke tahun. Tidak hanya pariwisata yang
menonjol di kawasan Gunung Bromo Probolinggo tetapi juga terdapat kebudayaan-kebudayaan
yang unik dan menarik yang dapat memikat
para wisatawan untuk berkujung ke tempat tersebut. Masyarakat yang ramah dan
masih berpegang teguh pada kebudayaan warisan dari nenek moyang juga menjadi
ciri khas yang berbeda pada masyarakat tersebut. Dan sebagai daerah wisata
seharusnya masyarakat tengger lereng bromo bisa menjadi masnyarakat yang lebih
modern dengan adanya turis-turis dari dalam maupun dari luar negeri yang
pastinya mereka membawa pengaruh kepada masyarakat tengger ditengah ketradisonalannya.