halo halo

Jumat, 26 Desember 2014

KEBUDAYAAN DAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT TENGGER LERENG BROMO

23.40


Gunung bromo yang terkenal dengan keindahan sunrisenya yang dapat dinikmati dipananjakan dengan ketinggian 2000 m diatas permukaan laut juga menyimpan keindahan lain dengan hamparan lautan pasir yang sangat luas dengan luas sekitar 50km yang ditengahnya terdapat pura poten yang digunakan sebagai tempat ibadah masyarakat lereng bromo. Sedangkan kawah gunung bromo berada disebelah utara dengan ketinggian sekitar 2000m diatas permukaan laut yang masih aktif dan setiap saat dapat mengeluarkan kepulan asap ke udara. Suku adat gunung bromo adalah suku tengger yang menempati sebagian wilayah kabupaten probolinggo, pasuruan, lumajang dan malang. Mayoritas agama di suku tengger bromo adalah hindu namun saat ini masyarakat tengger bromo juga menganut agama lain yaitu islam. Meskipun begitu mereka hidup rukun dan berdampingan tanpa pernah ada konflik satu sama lain. Masyarakat suku tengger bromo sebagian besar bekerja sebagai petani sayuran. Dalam satu tahun mereka dapat bercocok tanam 2 kali pada saat musim hujan. Ladang mereka berada disekitar lereng-lereng gunung dan ada juga yang diperbukitan jauh dari rumah tempat tinggal mereka. Hasil pertaniannya berupa bawang, kentang, wortel, kol. Hasil panen dari bertani biasanya dibawa ke kota-kota yang ada di jawa timur. Tidak hanya mengandalkan pekerjaan sebagai petani sayuran namun masyarakat lereng bromo juga memelihara kambing dan sapi. Tetapi pekerjaan tersebut dilakukan mereka hanya pada saat musim kemarau ketika sayuran tidak dapat tumbuh dengan subur seperti saat musim hujan. Ada juga yang bergelut dibidang pariwisata sebagai supir jeep yang menyewakan jasa ke pananjakan dan lautan pasir.
Kehidupan masyarakat tengger sangat berpegang teguh dengan adat istiadat dan budaya yang dipegangnya. Terdapat upacara-upacara keagamaan adat setempat seperti upacara karo yang merupakan hari raya terbesar masyarakat tengger diawali pada tanggal 15 kalender saka tengger yang bertujuan untuk mengadakan pemujaan untuk sang hyang widi, upacara pujan kapat atau bulan ke empat menurut tahun saka, upacara pujan kapitu atau bulan ketujuh yaitu dengan melakukan pati geni (nyepi) selama satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur dan selanjutnya melakukan puasa mutih (tidak boleh makan yang berasa ataupun yang dimasak dengan minyak goreng), upacara pujan kawolu jatuh pada bulan ke delapan tanggal 1 tahun saka, upacara kasanga jatuh pada bulan ke sembilan tanggal 24 setelah purna tahun saka dan upacara kasada yang jatuh pada bulan dua belas tanggal 14 dan 15 yang dilakukan dipura poten yang terletak di tengah lautan pasir saat menjelang pagi.  Upacara dilaksanakan pada saat purnama bulan kasada (ke dua belas) tahun saka, upacara ini juga disebut dengan hari Raya Kurba. Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya kasada, diadakan berbagai tontonan seperti: tari-tarian, balapan kuda di lautan pasir, jalan santai, pameran. Sekitar pukul 05.00 pendeta dari masing-masing desa, serta masyarakat tengger mendaki gunung Bromo untuk melempar kurban (sesaji) ke kawah gunung bromo.
Dalam masyarakat tengger ada juga seorang dukun namun jika dijawa pada umumnya dukun merupakan seorang paranormal atau tabib, lain jika di suku tengger bromo. Pada  masyarakat tengger dukun merupakan orang yang disucikan, dukun juga berperan penting dalam pelaksanaan upacara adat. Selain itu juga beperan dalam segala pelaksanaan adat baik perkawinan, kematian dan kegiatan lainnya. Dukun juga sebagai tempat bertanya untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh masyarakat lereng bromo dan berperan penting dalam pelaksanaan upacara adat tengger.
Pada umumnya masyarakat tengger mempunyai pendirian yang bagus atas perkawinan di adat mereka. Poligami dan perceraian jarang terjadi atau bahkan dapat dikatakan tidak pernah terjadi. Perkawinan dibawah umur juga sudah tidak terjadi didaerah tersebut, mereka pada umumnya menikah pada umur 18 tahun ke atas. Tidak ada sistem perjodohan dalam pernikahan di masyarakat tengger, mereka yang menikah memang didasari oleh rasa suka satu sama lain tanpa adanya paksaan dari kedua belah pihak orang tua atau keluarga. Pernikahan dalam masyarakat tengger tidak beda jauh dengan pernikahan dijawa pada umumnya. Mereka juga melakukan prosessi lamaran yaitu pihak laki-laki datang ke tempat pihak wanita, calon yang akan dinikahinya. Apabila kedua belah pihak keluarga setuju barulah menentukan hari perkawinan yang disetujui kemudian melakukan upacara perkawinan. Kedua calon mempelai dinikahkan oleh dukun pandita di desa tersebut, akhad nikah biasanya dilakukan dibalai desa yang dihadiri keluarga dan tetangga-tetangga terdekat. Dalam acara perkawinan masyarakat tengger kabupaten probolinggo menggunakan pakaian adat yang disebut dengan “Basahan Hitam” untuk laki-laki dan untuk wanita menggunakan kebaya seperti adat jawa tengah tetapi kebaya di upacara perkawinan adat tengger kebaya yang digunakan berwarna hitam dan juga menggunakan jarit. Karena mayoritas agama masyarakat tengger adalah hindu, sebagian besar dari mereka menikah dengan yang beragama hindu pula, tetapi tidak dilarang juga jika ada yang menikah beda agama. Setelah menikah biasanya pihak laki-laki yang mengikuti pihak perempuan dengan bertempat tinggal dirumah orang tua pihak wanita seperti yang terjadi di jawa tengah. Namun tidak melarang pula jika pihak laki-laki menghendaki istrinya ikut tinggal dirumah orang tua sang suami. Setelah acara akad nikah juga dilakukan pesta pernikahan. Dalam perkawinan dimasyarakat tengger terdapat hajat besar dan hajat kecil. Hajat besar di lakukan  dengan menampilkan berbagai pertunjukan seperti wayang kulit, pesta hajatan tersebut biasanya dilakukan selama 2 hari 2 malam. Sedangkan hajat kecil hanya dilakukan secara sederhana. Sistem perkawinan yang demikian mampu dipertahankan oleh masyarakat tengger.
Ditengah modernitas pariwisata yang berkembang semakin pesat dikawasan wisata Gunung Bromo Probolinggo, masyarakat tengger tetap mempertahankan dan memegang teguh warisan kebudayaan dan ciri khas serta adat istiadat yang sudah dijalankannya secara turun menurun dari nenek moyang mereka. Seperti halnya perkawinan yang tetap dilaksanakan dengan upacara adat-adat masyarakat suku tengger lereng bromo yang tidak berubah dari tahun ke tahun. Tidak hanya pariwisata yang menonjol di kawasan Gunung Bromo Probolinggo tetapi juga terdapat kebudayaan-kebudayaan yang  unik dan menarik yang dapat memikat para wisatawan untuk berkujung ke tempat tersebut. Masyarakat yang ramah dan masih berpegang teguh pada kebudayaan warisan dari nenek moyang juga menjadi ciri khas yang berbeda pada masyarakat tersebut. Dan sebagai daerah wisata seharusnya masyarakat tengger lereng bromo bisa menjadi masnyarakat yang lebih modern dengan adanya turis-turis dari dalam maupun dari luar negeri yang pastinya mereka membawa pengaruh kepada masyarakat tengger ditengah ketradisonalannya.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Rima Ayu Riani. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top