Rabu, 07 Januari 2015
Kajian Etnografi
1.
Jelaskan
apa pengertian etnografi dan jelaskan dengan apa yang dimaksud dengan etnografi
klasik, etnogarafi modern, dan etnogarfi baru.
Jawab :
Ø Etnografi berasal dari kata
ethnos yang berarti bangsa dan graphein yang berarti tulisan atau uraian. Jadi
jika dilihat dari asal katanya, etnografi sendiri berarti sebuah tulisan
tentang/ mengenai bangsa. Tidak hanya itu menurut Marzali (2005:42) Etnografi
juga merupakan ciri khas dari antropologi yang artinya etnografi merupakan suatu
metode penelitian lapangan asli dari antropologi. Etnografi biasanya berisi
atau menceritakan tentang suku-suku bangsa atau suatu masyarakat, biasanya yang
dikaji itu adalah kebudayaan dari suku yang di teliti. Intinya etnografi itu
sebuah penggambaran suatu kebudayaan yang diperoleh melalui penelitian yang
mendalam dengan terjun langsung ke masyarakat yang dilakukan oleh si peneliti
(sumber: TEORI
ANTROPOLOGI Pengertian Etnografi.htm).
Ø Etnografi klasik berkembang
pada akhir abad ke 19, merupakan catatan perjalanan namun apa yang ditulis si
penulis itu belum ada penelitian lapangan yang secara intensif. Kajian
etnografi ini datanya diperoleh dari tulisan-tulisan yang telah ada. Etnografi
ini juga bisa disebut etnografi belakang meja.
Ø Etnografi modern berkembang
pada tahun 1915-1925, etnografi ini dipelopori oleh antropolog sosial asal
inggris Radcliffe Brown dan B. Malinowski. Dalam etnografi modern perhatian
utama mereka yaitu pada kehidupan masa kini tentang the way of life masyarakat tersebut, dengan tujuan untuk
mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan kebudayaan suatu masyarakat.
Oleh karena itu peneliti tidak cukup jika hanya melakukan wawancara, tetapi
hendaknya juga berada atau membaur langsung bersama informan sambil melakukan
observasi.
Ø Etnografi baru berkembang pada
tahun 1960. Etnografi baru memusatkan usahanya untuk menemukan bagaimana
masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian
menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Dalam etnogfrafi ini tugas
etnografer yaitu mengorek bagaimana sistem pengetahuan menjadi eksplit atau keluar
dari pikiran yang diteliti, kerena bertujuan untuk menemukan dan menggambarkan
organisasi pikiran dari suatu masyarakat.
Sumber (http://www.google.co.id/Tinjauan_Ringkas_Etnografi_Sebagai_Metode_Penelitian_Kualita.pdf)
dan perkuliahan kajian etnografi oleh Pak Gunawan
2.
Jelaskan
apa yang dimaksud dengan “Partial Truths” dalam ernogarafi?
Mengapa etnogarfi bersifat
demikian?
Jawab :
Partial turths dalam etnografi
merupakan suatu kebenaran yang memihak atau tertentu saja, jadi ia benar hanya
saja apabila dipahami berdasarkan motivasi dan pembatas-pembatas yang turut
menentukan pendeskripsian tersebut. Etnografi bersifat demikian karena kebenaran
yang ditampilkan oleh etnografi sebenarnya dilandasi dan dibatasi oleh motivasi
dan ketentuan yang tidak mempunyai kaitannya langsung dan berada diluar
masyarakat dan kebudayaan yang digambarkan. Bahkan bisa jadi kondisi pembatas
semacam itu berada diluar jangkauan si peneliti dan masyarakat yang diteliti,
dengan demikian kebenaran yang ditampilkan oleh etnografi bisa dikatakan tidak
objektif sepenuhnya.
(sumber
:
http//jeratbudaya.blogspot.com/2009/07/menuju-antropologi-yang-transparan.html)
3.
Jelaskan
apa yang menjadi pokok kajian dalam etnogarafi visual dan bagaiamanakah cara
melakukan analisis terhadap data visual kususnya data yang berupa fotografi?
Jawab :
Etnografi visual berupa gambar
maupun video. Etnografi visual sendiri mengandalkan indera penglihatan dan
pendengaran untuk dapat menganalisis data visual etnografi. Dalam sebuah
penelitian dengan menggunakan metode etnografi visual materi visual
diperlakukan sebagai representasi suatu objek kajian yang diteliti untuk didokumentasikan ataupun dieksplorasi
menggunakan alat rekam. Dalam etnografi visual biasanya yang menjadi objek
kajian tidak jauh berbeda dengan etnografi-etnografi pada umunya yaitu suatu
kebudayaan, komunitas maupun suatu masyarakat. Namun bedanya penelitiaan
menggunakan audio visual ini yaitu dengan mengabadikan apa yang diteliti dengan
menggunakan kamera baik dalam bentuk foto maupun video. Sebuah data visual yang
berupa fotografi dapat dianalisis dengan melakukan penafsiran yaitu menggunakan
pemaknaan denotatif apakah foto menunjukan hubungan analogis dengan kenyataannya
dan pemaknaan konotatif yaitu dengan proses penafsiran yang melibatkan
historis, kultural, ideologis maupun politis yang maknanya itu akan berbeda
satu dengan yang lain. Kemudian setelah itu masuk kedalam tahap menjelajahi apa
yang ada difoto ketika dilihat, lalu foto tersebut dihayati dan diidentifikasi
objeknya. Berbekal dari analisis tersebut kemudian foto diurutkan. Selain itu
foto juga memerlukan adanya teks dalam bentuk caption, foto-foto kemudian diberi
konteks untuk merasionalkan foto tersebut.
(sumber
: perkuliahan kajian etnografi oleh pak Gunawan)
By:
Rima Ayu Riani
On 06.36
AGUSTE COMTE DENGAN PEMIKIRANNYA
Auguste Comte dan
Positivisme
Positivisme merupakan evolusi lanjut
dari empirisme inggris. Inspirasi filosofis empirisme terhadap positivisme terutama
prinsip objektivitas ilmu pengetahuan. Kaum empiris meyakini bahwa semesta
adalah segala sesuatu yang hadir melalui data inderawi, dengan kata lain
pengetahuan harus berawal dari pengamatan empiris. Positivisme mengembangkan
klaim empiris tentang pengetahuan secara ekstrim dengan mengatakan bahwa puncak
pengetahuan manusia adalah ilmu-ilmu berdasarkan fakta-fakta keras (terukur dan
teramati), ilmu-ilmu positif. Kemunculan positivisme tidak bisa lepas dari
iklim kultural yang memungkinkan berkembangnya gerakan untuk menerapkan cara
kerja ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Menurut
positivisme, filsafat tidak punya kerja lain selain cara kerja ilmu
pengetahuan, ia bertugas menemukan prinsip-prinsip umum yang sama untuk semua
ilmu dan menggunakan prinsip tersebut sebagai pemandu untuk prilaku manusia
serta dasar untuk pengetahuan sosial masyarakat. Positivisme yakin bahwa
masyarakat akan mengalami kemajuan apabila mengadopsi total pendekatan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Dengan kata lain, aliran ini menjunjung tinggi
kedudukan ilmu pengetahuan dan sangat optimis dengan peran sosialnya yang dapat
dimainkan bagi kesejahteraan manusia. Slogan positivisme yang sangat terkenal
berbunyi, “savoir pour, prevoi pour pouvoir”yang artinya “dari ilmu
muncul prediksi dan dari prediksi muncul aksi”. Pada pemikiran positif Comte
ini menjelaskan bahwa gejala sosial pada akhirnya dapat diungkapkan melalui
observasi empiris atas suatu gejala tersebut, disamping itu Comte juga
menjelaskan bahwa dengan berkembangnya kerangka berfikir yang positif-ilmiah
yang akan menimbulkan adanya keteraturan sosial, dengan kata lain keteraturan
sosial akan terjadi ketika masyarakatnya menyadari akan pentingnya berfikir
ilmiah. Hal ini dikarenakan bahwa ciri utama dalam positivisme adalah keyakinan
bahwa fenomena sosial itu memiliki pola dan tunduk pada hukum-hukum
deterministis seperti layaknya hukum-hukum yang mengatur ilmu alam.
Positivisme
dibadani oleh dua pemikir prancis, Henry Saint Simon (1760-1825) dan muridnya
August Comte (1798-1857). Walau Henrylah yang menggunakan pertama kali istilah
positivisme, namun Comte yang mempopulerkan positivisme yang pada akhirnya
berkembang menjadi aliran filsafat ilmu yang begitu prevasif mendominasi wacana
filsafat ilmu abad ke 20. August Comte juga yang pertama kali mempopulerkan
istilah sosiologi. Sosiologi dipahami Comte sebagai studi ilmiah terahadap
masyarakat. Hal itu berarti masyarakat harus dipandang layaknya alam yang
terpisah dari subjek peneliti dan bekerja dengan hukum determinisme.Sosiologi,
oleh karenanya sering disebut-sebut sebagi “fisika sosial”. Pemikiran comte
tidak bisa dilepaskan dari reaksinya terhadap semangat pencerahaan yang pada
giliranya melahirkan revolusi prancis. Ia amat terganggu oleh anarkisme yang
mewarnai masyarakat pada waktu itu. Oleh karenanya bersikap kritis terhadap
para filosof pencerahan prancis. Positivisme dikembangkan Comte guna melawan
apa yang ia yakini sebagai filsafat negatif dan destruktif dari para filosof
pencerahan. Para filosof dikatakan masih bergelut dengan khayalan-khayalan
metafisika. Comte dengan beberapa filosof prancis lainya membuat barisan
kontra-revolusioner yang bersikap kritis pada proyek pencerahan. Berikut ini
pemikiran Auguste Comte dalam kajian aspek epistemologi, ontologi dan aksiologi
:
1) Kajian aspek epistemologi
pemikiran Comte.
Comte melakukan
penelitian-penelitian atas penjelasan-penjelasan yang perlu dirombak karena
tidak sesuai dengan kaidah keilmiahan Comte tetapi, layaknya filsuf lainnya, Comte
selalu melakukan kontemplasi juga guna mendapatkan argumentasi-argumentasi yang
menurutnya ilmiah. Dan, dari sini Comte mulai mengeluarkan argumentasinya
tentang ilmu pengetahuan positif pada saat berdiskusi dengan kaum intelektual
lainnya sekaligus melakukan uji coba argumentasi atas mazhab yang
sedang dikumandangkannya dengan gencar yaitu Positivisme. Comte sendiri
menciptakan kaidah ilmu pengetahuan baru ini bersandarkan pada teori-teori yang
dikembangkan oleh Condorcet, De Bonald, Rousseau dan Plato, Comte
memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan yang lebih
dulu timbul. Pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya bukan hanya berguna,
tetapi merupakan suatu keharusan untuk diterima karena ilmu pengetahuan
kekinian selalu bertumpu pada ilmu pengetahuan sebelumnya dalam sistem
klasifikasinya.
Asumsi-asumsi ilmu pengetahuan
positif itu sendiri, antara lain : Pertama, ilmu pengetahuan harus bersifat
obyektif (bebas nilai dan netral) seorang ilmuwan tidak boleh dipengaruhi oleh
emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang sedang diteliti.
Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali.
Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau kejadian alam dari
mutualisme simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena yang lain.
2) Kajian aspek ontologi
pemikiran Comte.
Tiga hal yang menjadi ciri
pengetahuan yang dibangun, yaitu :
- Membenarkan
dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan.
- Mengumpulkan
dan mengklasifikasikan gejala itu menurut hukum yang menguasai mereka, dan
- Memprediksikan
fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum itu dan
mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
Dalam pengembangannya keyakinan
Comte ini dinamakannya positivisme. Positivisme sendiri adalah faham
filsafat, yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada
hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai metoda ilmu pengetahuan. Comte
berusaha mengembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru,
merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada
masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan keahlian berpikirnya untuk
mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) maupun
pemikiran yang pada penjalasan-penjelasannya spekulatif (metafisika).
3) Kajian aspek aksiologi
pemikiran Comte
Bentangan aktualisasi dari pemikiran
Comte, adalah dikeluarkannya pemikirannya mengenai “hukum tiga
tahap” atau dikenal juga dengan “hukum tigastadia”. Hukum tiga tahap
ini menceritakan perihal sejarah manusia dan pemikirannya sebagai analisa dari
observasi-observasi yang dilakukan oleh Comte. Versi Comte tentang perkembangan
manusia dan pemikirannya, berawal pada tahapan teologis dimana studi
kasusnya pada masyarakat primitif yang masih hidupnya menjadi obyek bagi
alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai (pengelola) alam atau
dapat dikatakan belum menjadi subyek. Fetitisme dan animisme merupakan
keyakinan awal yang membentuk pola pikir manusia lalu beranjak kepada
politeisme, manusia menganggap ada roh-roh dalam setiap benda pengatur
kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam tiap aktivitasnya
dikeseharian.
Comte percaya bahwa humanitas
keseluruhan dapat tercipta dengan kesatuan lingkungan social yang terkecil,
yaitu keluarga.Keluarga-keluarga merupakan satuan masyarakat yang asasi bagi
Comte. Keluarga yang mengenalkan pada lingkungan sosial, pentingnya keakraban
menyatukan dan mempererat anggota keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Dalam diri manusia memiliki kecendrungan terhadap dua hal,
yaitu egoisme dan altruisma (sifat peribadi yang didasarkan pada
kepentingan bersama). Kecenderungan pertama terus melemah secara bertahap,
sedang yang kedua makin bertambah kuat.Sehingga manusia makin memiliki
sosialitas yang beradab, akibat bekerja bersama sesuai pembagian kerja
berdasarkan pengalaman adanya pertautan kekeluargaan yang mengembang.Tidak
dapat dikatakan tidak ini juga karena adanya sosialisasi keluarga terhadap
keluarga lainnya.
Comte menganggap keluargalah yang
menjadi sumber keteraturan sosial, dimana nilai-nilai kultural pada keluarga
(kepatuhan) yang disinkronisasikan dengan pembagian kerja akan selalu mendapat
tuntutan kerja sama. Tuntutan kerjasama berarti saling menguntungkan,
menumbuhkan persamaan dalam mencapai suatu kebutuhan.Menurut Comte mencintai
kemanusian inilah yang menyebabkan lahirnya keseimbangan dan keintegrasian baik
dalam pribadi individu maupun dalam masyarakat.
Prespektif Positivisme Auguste Comte Tentang
Masyarakat
Meskipun comte yang memberikan
istilah “positivisme” , gagasan yang terkandung dalam kata itu bukan dari dia
asalnya. Kaum positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dan
bahwa metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan
hukum-hukumnya, sudah tersebar luas
dilingkungan dimana Comte hidup. Comte percaya bahwa penemuan hukum-hukum alam
akan membukakan batas-batasyang pasti yang melekat dalam kenyataan sosial dan
melampaui batas-batas itu usaha pembaharuan akan merusakkan dan menghasilkan
yang sebaliknya.
Comte melihat masyarakat sebagai
suatu keseluruhan organik yang kenyataannya lebih dari sekedar jumlah
bagian-bagian yang saling tergantung, tetapi untuk mengerti kenyataan ini,
metode penelitian empiris harus dipergunakan dengan keyakinan bahwa masyarakat
merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik. Comte melihat
perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah ini sebagai puncak
suatu proses kemajuan intelektual yang logis melalui mana semua ilmu-ilmu
lainnya sudah melewatinya. Perkembangan ini mencakup mulai dari bentuk-bentuk
pemikiran teologis purba, penjelasan metafisik dan akhirnya sampai
keterbentuknya hukum-hukum ilmiah yang positif. Pokok pandangan Comte dianggap
wajar dalam disiplin sosiologi pada masa kini yang sulit untuk menilai secara
tepat bagaimana pentingnya suatu perubahan yang terjadi di masa Comte.
Teori
Kemajuan Menurut Comte Versus Teori Siklus Perubahan Budaya Menurut Sorokin
Orang dapat berargumentasi bahwa
berbagai gagasan reorganisasi sosial yang dibuat Comte yaitu mencerminkan
hilangnya kepercayaan akan tidak terhindarkannya kemajuan evolusi yang dijamin
oleh hukum-hukum ilmiah dari dinamika sosial. Walaupun begitu, kepercayaan
comte bahwa perkembangan positivisme akan mengakibatkan kemajuan yang terus
menerus adalah pasti. Teorinya mengandung implikasi bahwa sejarah bergerak ke
tujuan akhir. Tahap terakhir merupakan
satu masyarakat dimana bimbingan intelektual dan moral yang diberikan oleh
imam-imam sosiologi akan memungkinkan pemimpin-pemimpin politik untuk
menentukan kebijaksanaan yang menjamin bahwa orang akan hidup bersama secara
harmonis dan dimana industriawan yang berperikemanusiaan akan menyediakan
alat-alat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan materilnya secara mencukupi.
Disini Comte mengambil model kemajuan linear ini yang menuju ke satu tujuan
akhir.
Ahli
ilmu sosial tidak menganut kepercayaan Comte bahwa masa yang akan datang
menjamin kemajuan yang terus menerus, mereka juga tidak melihat sejarah manusia
memperlihatkan suatu pola gerak linear yang yang luas menuju tahap akhir. Untuk mempertentangkan model Comte mengenai
kemajuan linear, kita akan melihat model perubahan sosio budaya yang diberikan
oleh Sorokin. Pandangan Sorokin mengenai hakikat kenyataan sosial sangat erat
hubungannya dengan Comte. Keduanya memustkan perhatiannya pada tingkat analisa
budaya dan keduanya menekankan sangat pentingnya gaya intelektual, cara
memandang dunia atau bentuk-bentuk pengenalan pola-pola organisasi sosial serta
perilaku manusia.
Disini
Comte mengusulkan suatu model linear yang berakumulasi pada munculnya masyarakat
positivis, Sorokin mengembangkan model siklus perubahan sosial yang artinya dia
yakin bahwa tahap-tahap sejarah cenderung berulang dalam kaitannya dengan
mentalitas budaya yang dominan tanpa membayangkan suatu tahap akhir. Tetapi
siklus-siklus ini tidak sekedar pelipat-gandaan saja, sebaliknya ada banyak
variasi dalam bentuk-bentuknya yang khusus dimana tema-tema budaya yang luas
dinyatakan.
Kritik atas Positivisme Auguste Comte
Dalam sejarahnya Positivisme
dikritik karena generalisasi yang dilakukannya terhadap segala sesuatu dengan
mengatakan bahwa semua “proses dapat direduksi menjadi peristiwa-peristiwa
fisiologis,fisika atau kimia ” dan bahwa “proses-proses sosial dapat direduksi
kedalam hubungan antara tindakan-tindakan individu ” dan bahwa “organisme
biologis dapat direduksi kedalam sistem fisika “.
Kritik juga dilancarkan oleh Max
Horkheimer dan teoritisi kritis lain. Kritik ini didasarkan atas dua hal yakni
ketidak tepatan positivisme memahami aksi sosial dan realitas sosial yang digambarkan
positivisme terlalu konservatif dan mendukung status quo. Kritik pertama
berargumen bahwa positivisme secara sistematis gagal memahami bahwa apa yang
mereka sebut sebagai ”fakta-fakta sosial” tidak benar-benar ada dalam realitas
objektif, tapi lebih merupakan produk dari kesadaran manusia yang dimediasi
secara sosial. Positivisme mengabaikan pengaruh peneliti dalam memahami
realitas sosial dan secara salah menggambarkan objek studinya dengan menjadikan
realitas sosial sebagai objek yang eksis secara objektif dan tidak dipengaruhi
oleh orang-orang yang tindakannya berpengaruh pada kondisi yang diteliti.Kritik
kedua menunjuk positivisme tidak memiliki elemen refleksif yang mendorongnya
berkarakter konservatif.Karakter konservatif ini membuatnya populer di
lingkaran politik tertentu.
Sumber:
Paul, Jhonson Doyle, 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia
http://solehhamdani.wordpress.com/sosiologi/teori-sosiologi-kelasik/
By:
Rima Ayu Riani
On 06.01
Minggu, 04 Januari 2015
LAPORAN OBSERVASI MASYARAKAT NELAYAN DESA TAMBAK LOROK
LAPORAN OBSERVASI MASYARAKAT NELAYAN DESA TAMBAK
LOROK
Disusun
untuk memenuhi tugas Sosiologi terapan
Oleh:
Nama : Rima Ayu Riani
Rombel : 1
JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
LAPORAN HASIL OBSERVASI
MASYARAKAT NELAYAN DESA TAMBAK LOROK,
KELURAHAN TANJUNG MAS, KECAMATAN SEMARANG UTARA
Data yang dipaparkan dibawah ini
bersumber dari mewawancari salah seorang warga desa Tambak Lorok yang bekerja
sebagai nelayan yaitu bapak Trianto.
A.
Kondisi
umum lingkungan desa Tambak Lorok
Desa tambak lorok terletak di bagian
Semarang Utara, Kelurahan Tanjung Mas. Desa ini terletak dipesisir laut
pelabuhan Tanjung Mas, tidak terlalu jauh dari pusat kota Semarang. Aktivitas
warga dikampung ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat nelayan didaerah lain.
Desa ini merupakan desa nelayan karena hampir 90% masyarakatnya bekerja sebagai nelayan.
Kondisi disekitar perkampungan nelayan ini tergolong kurang bersih karena terdapat
limbah limbah dari pengupasan kerang hijau yang cangkangnya dibuang atau
dibiarkan berceceran disekitar rumah masyarakatnya, limbah konveksi bekas-bekas
kain dan juga sampah-sampah dari kegiatan rumah tangga masyarakat. Kondisi alam
di pesisir pelabuhan Tanjung Mas juga sudah mulai tercemar, air laut yang sudah
mulai keruh yang disebabkan oleh kapal-kapal bermesin yang menggunakan bahan
bakar solar mulai mengotori air laut. Kondisi jalan yang mulai rusak dan udara
yang gersang sehingga menyebabkan debu-debu berterbangan membuat akses jalan
menuju perkampungan ini sedikit tidak nyaman. Diperkampungan ini terdapat pasar
sebagai tempat jual beli masyarakatnya, karena masuk sebagai kampung nelayan
barang-barang yang dijual dipasar juga tidak jauh dari hasil tangkapan nelayan
berupa udang, rajungan maupun ikan-ikan laut lainnya.
Keadaan rumah mereka juga tidak terlalu
layak, jika dibandingkan dengan rumah pada masyarakat desa pada umumnya
sebagian besar bentuk rumah diperkampungan nelayan Tambak Lorok ini terlihat
berbeda dibagian atapnya yang cenderung lebih rendah, namun ada juga beberapa
bentuk rumah panggung di desa ini yang bertujuan agar saat rob air tidak masuk
kerumah. Menurut data yang saya peroleh dari bapak Trianto sebagai narasumber
yang diwawancarai penduduk yang tinggal di perkampungan nelayan ini sebagian
besar tidak berasal dari semarang melainkan pendatang dari Demak. Ada juga yang
berasal dari jepara bahkan dari surabaya.
B.
Mata
pencaharian
Desa yang terletak dipesisir laut
pelabuhan Tanjung Mas ini, 90% masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Menurut
narasumber yang saya wawancarai yaitu bapak Trianto yang juga seorang nelayan
masyarakat desa Tambak Lorok tidak hanya bekerja sebagai nelayan, namun ada
juga yang bekerja sebagai buruh pabrik yang terletak tidak jauh dari
perkampungan mereka, penjahit dan pengupas kijing (kerang hijau). Pengupas
kijing (kerang hijau) disini biasanya dilakukan oleh para perempuan. Nelayan
desa Tambak lorok biasanya melaut pada musim-musim tertentu. Hasil tangkapan
mereka saat melaut kebanyakan adalah udang dan rajungan, tetapi jika laut
sedang pasang pada awal bulan januari sampai akhir bulan januari mereka tidak
pergi melaut melainkan beralih profesi sebagai pencari kerang hijau. Masyarakat
desa Tambak Lorok menanam bambu-bambu di pinggiran laut untuk membudidayakan kerang
hijau sebagai alternatif jika gelombang laut sedang tidak bersahabat yang
mengakibatkan para nelayan desa Tambak Lorok tidak dapat melaut. Dengan tidak
melautnya para nelayan dan menjadi pencari kerang hijau membuat pengeluaran
untuk bahan bakar kapal juga lebih hemat. Tidak hanya beralih sebagai pencari
kerang hijau, para nelayan desa Tambak Lorok ini juga memanfaatkan waktunya
jika sedang tidak berlayar dengan memperbaiki mesin-mesin kapal mereka atau
sekedar membersihkan kapal dan mengecat ulang kapalnya. Seiring dengan
perkembangan jaman pekerjaan sebagai nelayan di desa Tambak Lorok ini tidak
diturunkan kepada anak-anak si nelayan, meskipun mayoritas penduduknya bekerja
sebagai nelayan namun para pemuda ataupun anak-anak para nelayan tidak mau
menjadi nelayan juga seperti ayahnya, namun mereka lebih memilih bekerja
sebagai buruh pabrik.
Para nelayan desa Tambak Lorok biasanya
pergi melaut pada pagi hari sekitar pukul 06.00-12.00 namun jika melaut pada
malam hari nelayan desa ini pulang pagi hari. Sementara para suami pergi
melaut, para istri dirumah biasanya mengasuh anak ataupun cucu mereka, sebagai
buruh pengupas kijing dan juga membantu para suami jika sudah pulang dari
melaut. Ada juga yang berjualan warungan di depan rumah sebagai penghasilan
tambahan. Pengahasilan yang didapat sebagai nelayan tidak menentu, jika pada
hari biasa para nelayan bisa mendapat penghasilan sekitar 200-300 ribu dalam
sekali melaut.
C.
Pendidikan
Masyarakat Desa Tambak Lorok
Seperti pada masyarakat nelayan
didaerah-daerah lain, pendidikan pada masyarakat desa Tambak Lorok masuk dalam
kategori menengah kebawah. Sebagian besar masyarakatnya hanya mengenyam bangku
pendidikan sampai sekolah dasar ataupun sekolah menengah pertama, lulusan
sekolah menengah atas juga ada namun itu sudah maksimal. Ada juga yang
meneruskan ke jenjang perguruan tinggi namun hanya satu dua orang saja yang
mampu. Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Tambak Lorok
yang tergolong menegah kebawah, terkait
dengan mata pencaharian masyarakatnya yang sebagian besar adalah nelayan.
Penghasilan nelayan yang tidak seberapa dalam sekali melaut, tutur bapak
Trianto.
D.
Stratifikasi
Sosial Masyarakat Desa Tambak Lorok
Pembagian startifikasi sosial di
masyarakat perkampungan nelayan Tambak Lorok ini tidak terlalu berpengaruh pada
kehidupan masyarakatnya, karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai
nelayan. Sebagian besar para nelayan di desa ini umumnya memiliki kapal sendiri untuk melaut.
Dalam sekali melaut biasanya kapal hanya diisi minimal oleh 2 orang nelayan.
Namun jika kapal beranjang bisa diisi 8 sampai 10 orang nelayan saja, kapal
beranjang sudah jarang digunakan dikarenakan harganya yang cukup mahal hingga
puluhan juta. Jika kapal-kapal biasanya melaut mencari udang, pada kapal
beranjang ini nelayan melaut mencari ikan teri. Pembagian kerja para nelayan
saat melaut juga tidak terlalu diribetkan, kata bapak Trianto jika sudah di
tengah laut mereka bekerja bersama saling bahu membahu, jika jaring yang
ditebarkan sudah terisi hasil mereka menariknya keatas bersama-sama. Hasil
tangkapan para nelayan dijual di tengkulak atau masyarakat sekitar menyebutnya
dengan sebutan bakul seret, para
nelayan tidak menjual hasil tanggkapan laut mereka ke Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) karena menurut para nelayan harga lelang di TPI kurang dibanding jika
dijual di tengkulak.
E.
Interaksi
antar masyarakat Tabak Lorok
Masyarakat nelayan desa Tambak Lorok
hidup berdampingan dengan damai dan rukun. Namun dalam hal interaksi di
masyarakat Tambak Lorok masih kurang, misalnya saja dalam pembangunan jalan
sekitar desa, masyarakatnya kurang kompak dalam gotong royong pembangunan
jalannya. Mayoritas masyarakat nelayan desa Tambak Lorok ini beragama islam.
Pada masyarakat nelayan desa ini setiap bulan juga diadakan arisan PKK yang
laksanakan pada minggu ke 2 sama seperti masyarakat desa pada umumnya. Terdapat
perkumpulan-perkumpulan warga nelayan juga program pos pelayanan terpadu atau
yang sering kita sebut dengan posyandu.
F.
Kesimpulan
Dari observasi yang dilakukan dikampung
nelayan desa Tambak Lorok dapat ditarik kesimpulan bahwa kehidupan masyarakat
nelayan didesa Tambak Lorok tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah kampung
nelayan lainnya. Bertempat tinggal di pesisir laut dan dengan bekal pendidikan
yang rendah membuat kehidupan masyarakat desa Tambak Lorok ini bisa dikatakan
jauh dari kata cukup. Pekerjaanya masyarakatnya yang sebagian besar adalah
seorang nelayan juga membuat stratifikasi sosial didesa ini tidak terlalu
berpengaruh dalam kehidupan antar masyarakatnya.
By:
Rima Ayu Riani
On 23.48
Langganan:
Postingan (Atom)