halo halo

Rabu, 07 Januari 2015

Kajian Etnografi

1.    Jelaskan apa pengertian etnografi dan jelaskan dengan apa yang dimaksud dengan etnografi klasik, etnogarafi modern, dan etnogarfi baru.
Jawab :
Ø  Etnografi berasal dari kata ethnos yang berarti bangsa dan graphein yang berarti tulisan atau uraian. Jadi jika dilihat dari asal katanya, etnografi sendiri berarti sebuah tulisan tentang/ mengenai bangsa. Tidak hanya itu menurut Marzali (2005:42) Etnografi juga merupakan ciri khas dari antropologi yang artinya etnografi merupakan suatu metode penelitian lapangan asli dari antropologi. Etnografi biasanya berisi atau menceritakan tentang suku-suku bangsa atau suatu masyarakat, biasanya yang dikaji itu adalah kebudayaan dari suku yang di teliti. Intinya etnografi itu sebuah penggambaran suatu kebudayaan yang diperoleh melalui penelitian yang mendalam dengan terjun langsung ke masyarakat yang dilakukan oleh si peneliti
(sumber: TEORI ANTROPOLOGI  Pengertian Etnografi.htm).

Ø  Etnografi klasik berkembang pada akhir abad ke 19, merupakan catatan perjalanan namun apa yang ditulis si penulis itu belum ada penelitian lapangan yang secara intensif. Kajian etnografi ini datanya diperoleh dari tulisan-tulisan yang telah ada. Etnografi ini juga bisa disebut etnografi belakang meja.
Ø  Etnografi modern berkembang pada tahun 1915-1925, etnografi ini dipelopori oleh antropolog sosial asal inggris Radcliffe Brown dan B. Malinowski. Dalam etnografi modern perhatian utama mereka yaitu pada kehidupan masa kini tentang the way of life masyarakat tersebut, dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan kebudayaan suatu masyarakat. Oleh karena itu peneliti tidak cukup jika hanya melakukan wawancara, tetapi hendaknya juga berada atau membaur langsung bersama informan sambil melakukan observasi.
Ø  Etnografi baru berkembang pada tahun 1960. Etnografi baru memusatkan usahanya untuk menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Dalam etnogfrafi ini tugas etnografer yaitu mengorek bagaimana sistem pengetahuan menjadi eksplit atau keluar dari pikiran yang diteliti, kerena bertujuan untuk menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran dari suatu masyarakat.
Sumber (http://www.google.co.id/Tinjauan_Ringkas_Etnografi_Sebagai_Metode_Penelitian_Kualita.pdf) dan perkuliahan kajian etnografi oleh Pak Gunawan

2.    Jelaskan apa yang dimaksud dengan “Partial Truths” dalam ernogarafi?
Mengapa etnogarfi bersifat demikian?
Jawab :
Partial turths dalam etnografi merupakan suatu kebenaran yang memihak atau tertentu saja, jadi ia benar hanya saja apabila dipahami berdasarkan motivasi dan pembatas-pembatas yang turut menentukan pendeskripsian tersebut. Etnografi bersifat demikian karena kebenaran yang ditampilkan oleh etnografi sebenarnya dilandasi dan dibatasi oleh motivasi dan ketentuan yang tidak mempunyai kaitannya langsung dan berada diluar masyarakat dan kebudayaan yang digambarkan. Bahkan bisa jadi kondisi pembatas semacam itu berada diluar jangkauan si peneliti dan masyarakat yang diteliti, dengan demikian kebenaran yang ditampilkan oleh etnografi bisa dikatakan tidak objektif sepenuhnya.

(sumber : http//jeratbudaya.blogspot.com/2009/07/menuju-antropologi-yang-transparan.html)

3.    Jelaskan apa yang menjadi pokok kajian dalam etnogarafi visual dan bagaiamanakah cara melakukan analisis terhadap data visual kususnya data yang berupa fotografi?
Jawab :
Etnografi visual berupa gambar maupun video. Etnografi visual sendiri mengandalkan indera penglihatan dan pendengaran untuk dapat menganalisis data visual etnografi. Dalam sebuah penelitian dengan menggunakan metode etnografi visual materi visual diperlakukan sebagai representasi suatu objek kajian yang diteliti  untuk didokumentasikan ataupun dieksplorasi menggunakan alat rekam. Dalam etnografi visual biasanya yang menjadi objek kajian tidak jauh berbeda dengan etnografi-etnografi pada umunya yaitu suatu kebudayaan, komunitas maupun suatu masyarakat. Namun bedanya penelitiaan menggunakan audio visual ini yaitu dengan mengabadikan apa yang diteliti dengan menggunakan kamera baik dalam bentuk foto maupun video. Sebuah data visual yang berupa fotografi dapat dianalisis dengan melakukan penafsiran yaitu menggunakan pemaknaan denotatif apakah foto menunjukan hubungan analogis dengan kenyataannya dan pemaknaan konotatif yaitu dengan proses penafsiran yang melibatkan historis, kultural, ideologis maupun politis yang maknanya itu akan berbeda satu dengan yang lain. Kemudian setelah itu masuk kedalam tahap menjelajahi apa yang ada difoto ketika dilihat, lalu foto tersebut dihayati dan diidentifikasi objeknya. Berbekal dari analisis tersebut kemudian foto diurutkan. Selain itu foto juga memerlukan adanya teks dalam bentuk caption, foto-foto kemudian diberi konteks untuk merasionalkan foto tersebut.

(sumber : perkuliahan kajian etnografi oleh pak Gunawan)



AGUSTE COMTE DENGAN PEMIKIRANNYA

Auguste Comte dan Positivisme
Positivisme merupakan evolusi lanjut dari empirisme inggris. Inspirasi filosofis empirisme terhadap positivisme terutama prinsip objektivitas ilmu pengetahuan. Kaum empiris meyakini bahwa semesta adalah segala sesuatu yang hadir melalui data inderawi, dengan kata lain pengetahuan harus berawal dari pengamatan empiris. Positivisme mengembangkan klaim empiris tentang pengetahuan secara ekstrim dengan mengatakan bahwa puncak pengetahuan manusia adalah ilmu-ilmu berdasarkan fakta-fakta keras (terukur dan teramati), ilmu-ilmu positif. Kemunculan positivisme tidak bisa lepas dari iklim kultural yang memungkinkan berkembangnya gerakan untuk menerapkan cara kerja ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Menurut positivisme, filsafat tidak punya kerja lain selain cara kerja ilmu pengetahuan, ia bertugas menemukan prinsip-prinsip umum yang sama untuk semua ilmu dan menggunakan prinsip tersebut sebagai pemandu untuk prilaku manusia serta dasar untuk pengetahuan sosial masyarakat. Positivisme yakin bahwa masyarakat akan mengalami kemajuan apabila mengadopsi total pendekatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Dengan kata lain, aliran ini menjunjung tinggi kedudukan ilmu pengetahuan dan sangat optimis dengan peran sosialnya yang dapat dimainkan bagi kesejahteraan manusia. Slogan positivisme yang sangat terkenal berbunyi, “savoir pour, prevoi pour pouvoir”yang artinya “dari ilmu muncul prediksi dan dari prediksi muncul aksi”. Pada pemikiran positif Comte ini menjelaskan bahwa gejala sosial pada akhirnya dapat diungkapkan melalui observasi empiris atas suatu gejala tersebut, disamping itu Comte juga menjelaskan bahwa dengan berkembangnya kerangka berfikir yang positif-ilmiah yang akan menimbulkan adanya keteraturan sosial, dengan kata lain keteraturan sosial akan terjadi ketika masyarakatnya menyadari akan pentingnya berfikir ilmiah. Hal ini dikarenakan bahwa ciri utama dalam positivisme adalah keyakinan bahwa fenomena sosial itu memiliki pola dan tunduk pada hukum-hukum deterministis seperti layaknya hukum-hukum yang mengatur ilmu alam.
        Positivisme dibadani oleh dua pemikir prancis, Henry Saint Simon (1760-1825) dan muridnya August Comte (1798-1857). Walau Henrylah yang menggunakan pertama kali istilah positivisme, namun Comte yang mempopulerkan positivisme yang pada akhirnya berkembang menjadi aliran filsafat ilmu yang begitu prevasif mendominasi wacana filsafat ilmu abad ke 20. August Comte juga yang pertama kali mempopulerkan istilah sosiologi. Sosiologi dipahami Comte sebagai studi ilmiah terahadap masyarakat. Hal itu berarti masyarakat harus dipandang layaknya alam yang terpisah dari subjek peneliti dan bekerja dengan hukum determinisme.Sosiologi, oleh karenanya sering disebut-sebut sebagi “fisika sosial”. Pemikiran comte tidak bisa dilepaskan dari reaksinya terhadap semangat pencerahaan yang pada giliranya melahirkan revolusi prancis. Ia amat terganggu oleh anarkisme yang mewarnai masyarakat pada waktu itu. Oleh karenanya bersikap kritis terhadap para filosof pencerahan prancis. Positivisme dikembangkan Comte guna melawan apa yang ia yakini sebagai filsafat negatif dan destruktif dari para filosof pencerahan. Para filosof dikatakan masih bergelut dengan khayalan-khayalan metafisika. Comte dengan beberapa filosof prancis lainya membuat barisan kontra-revolusioner yang bersikap kritis pada proyek pencerahan. Berikut ini pemikiran Auguste Comte dalam kajian aspek epistemologi, ontologi dan aksiologi :
1)    Kajian aspek epistemologi pemikiran Comte.
Comte melakukan penelitian-penelitian atas penjelasan-penjelasan yang perlu dirombak karena tidak sesuai dengan kaidah keilmiahan Comte tetapi, layaknya filsuf lainnya, Comte selalu melakukan kontemplasi juga guna mendapatkan argumentasi-argumentasi yang menurutnya ilmiah. Dan, dari sini Comte mulai mengeluarkan argumentasinya tentang ilmu pengetahuan positif pada saat berdiskusi dengan kaum intelektual lainnya sekaligus  melakukan uji coba argumentasi atas mazhab yang sedang dikumandangkannya dengan gencar yaitu Positivisme. Comte sendiri menciptakan kaidah ilmu pengetahuan baru ini bersandarkan pada teori-teori yang dikembangkan oleh Condorcet, De Bonald, Rousseau dan Plato, Comte memberikan  penghargaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan yang lebih dulu timbul. Pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya bukan hanya berguna, tetapi merupakan suatu keharusan untuk diterima karena ilmu pengetahuan kekinian selalu bertumpu pada ilmu pengetahuan sebelumnya dalam sistem klasifikasinya.
Asumsi-asumsi ilmu pengetahuan positif itu sendiri, antara lain : Pertama, ilmu pengetahuan harus bersifat obyektif (bebas nilai dan netral) seorang ilmuwan tidak boleh dipengaruhi oleh emosionalitasnya dalam melakukan observasi terhadap obyek yang sedang diteliti. Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali. Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti tentang fenomena atau kejadian alam dari mutualisme simbiosis dan antar relasinya dengan fenomena yang lain.


2)    Kajian aspek ontologi pemikiran Comte.
Tiga hal yang menjadi ciri pengetahuan   yang  dibangun, yaitu :
  1. Membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan.
  2. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan gejala itu menurut hukum yang menguasai mereka, dan
  3. Memprediksikan fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-hukum  itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
Dalam pengembangannya keyakinan Comte ini  dinamakannya positivisme. Positivisme sendiri adalah faham filsafat, yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai metoda ilmu pengetahuan. Comte berusaha mengembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru, merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Comte mencoba dengan keahlian berpikirnya untuk mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) maupun pemikiran yang pada penjalasan-penjelasannya spekulatif (metafisika).
3)    Kajian aspek aksiologi pemikiran Comte
Bentangan aktualisasi dari pemikiran Comte, adalah dikeluarkannya pemikirannya mengenai “hukum tiga tahap” atau dikenal juga dengan “hukum tigastadia”. Hukum tiga tahap ini menceritakan perihal sejarah manusia dan pemikirannya sebagai analisa dari observasi-observasi yang dilakukan oleh Comte. Versi Comte tentang perkembangan manusia dan pemikirannya, berawal pada tahapan teologis dimana studi kasusnya pada masyarakat primitif  yang masih hidupnya menjadi obyek bagi alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai (pengelola) alam atau dapat dikatakan belum menjadi subyek. Fetitisme dan animisme merupakan keyakinan awal yang membentuk pola pikir manusia lalu beranjak kepada politeisme, manusia menganggap ada roh-roh dalam setiap benda pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam tiap aktivitasnya dikeseharian.
Comte percaya bahwa humanitas keseluruhan dapat tercipta dengan kesatuan lingkungan social yang terkecil, yaitu keluarga.Keluarga-keluarga merupakan satuan masyarakat yang asasi bagi Comte. Keluarga yang mengenalkan pada lingkungan sosial, pentingnya keakraban menyatukan dan mempererat anggota keluarga yang satu dengan keluarga yang lain. Dalam diri manusia memiliki kecendrungan  terhadap dua hal, yaitu egoisme dan altruisma (sifat peribadi yang didasarkan pada kepentingan bersama). Kecenderungan pertama terus melemah secara bertahap, sedang yang kedua makin bertambah kuat.Sehingga manusia makin memiliki sosialitas yang beradab, akibat bekerja bersama sesuai pembagian kerja berdasarkan pengalaman adanya pertautan kekeluargaan yang mengembang.Tidak dapat dikatakan tidak ini juga karena adanya sosialisasi keluarga terhadap keluarga lainnya.
Comte menganggap keluargalah yang menjadi sumber keteraturan sosial, dimana nilai-nilai kultural pada keluarga (kepatuhan) yang disinkronisasikan dengan pembagian kerja akan selalu mendapat tuntutan kerja sama. Tuntutan kerjasama berarti saling menguntungkan, menumbuhkan persamaan dalam mencapai suatu kebutuhan.Menurut Comte mencintai kemanusian inilah yang menyebabkan lahirnya keseimbangan dan keintegrasian baik dalam pribadi individu maupun dalam masyarakat.

Prespektif Positivisme Auguste Comte Tentang Masyarakat
Meskipun comte yang memberikan istilah “positivisme” , gagasan yang terkandung dalam kata itu bukan dari dia asalnya. Kaum positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dan bahwa metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukumnya,  sudah tersebar luas dilingkungan dimana Comte hidup. Comte percaya bahwa penemuan hukum-hukum alam akan membukakan batas-batasyang pasti yang melekat dalam kenyataan sosial dan melampaui batas-batas itu usaha pembaharuan akan merusakkan dan menghasilkan yang sebaliknya.
Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang kenyataannya lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung, tetapi untuk mengerti kenyataan ini, metode penelitian empiris harus dipergunakan dengan keyakinan bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik. Comte melihat perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah ini sebagai puncak suatu proses kemajuan intelektual yang logis melalui mana semua ilmu-ilmu lainnya sudah melewatinya. Perkembangan ini mencakup mulai dari bentuk-bentuk pemikiran teologis purba, penjelasan metafisik dan akhirnya sampai keterbentuknya hukum-hukum ilmiah yang positif. Pokok pandangan Comte dianggap wajar dalam disiplin sosiologi pada masa kini yang sulit untuk menilai secara tepat bagaimana pentingnya suatu perubahan yang terjadi di masa Comte.

Teori Kemajuan Menurut Comte Versus Teori Siklus Perubahan Budaya Menurut Sorokin
            Orang dapat berargumentasi bahwa berbagai gagasan reorganisasi sosial yang dibuat Comte yaitu mencerminkan hilangnya kepercayaan akan tidak terhindarkannya kemajuan evolusi yang dijamin oleh hukum-hukum ilmiah dari dinamika sosial. Walaupun begitu, kepercayaan comte bahwa perkembangan positivisme akan mengakibatkan kemajuan yang terus menerus adalah pasti. Teorinya mengandung implikasi bahwa sejarah bergerak ke tujuan akhir. Tahap  terakhir merupakan satu masyarakat dimana bimbingan intelektual dan moral yang diberikan oleh imam-imam sosiologi akan memungkinkan pemimpin-pemimpin politik untuk menentukan kebijaksanaan yang menjamin bahwa orang akan hidup bersama secara harmonis dan dimana industriawan yang berperikemanusiaan akan menyediakan alat-alat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan materilnya secara mencukupi. Disini Comte mengambil model kemajuan linear ini yang menuju ke satu tujuan akhir.
            Ahli ilmu sosial tidak menganut kepercayaan Comte bahwa masa yang akan datang menjamin kemajuan yang terus menerus, mereka juga tidak melihat sejarah manusia memperlihatkan suatu pola gerak linear yang yang luas menuju tahap akhir.  Untuk mempertentangkan model Comte mengenai kemajuan linear, kita akan melihat model perubahan sosio budaya yang diberikan oleh Sorokin. Pandangan Sorokin mengenai hakikat kenyataan sosial sangat erat hubungannya dengan Comte. Keduanya memustkan perhatiannya pada tingkat analisa budaya dan keduanya menekankan sangat pentingnya gaya intelektual, cara memandang dunia atau bentuk-bentuk pengenalan pola-pola organisasi sosial serta perilaku manusia.
            Disini Comte mengusulkan suatu model linear yang berakumulasi pada munculnya masyarakat positivis, Sorokin mengembangkan model siklus perubahan sosial yang artinya dia yakin bahwa tahap-tahap sejarah cenderung berulang dalam kaitannya dengan mentalitas budaya yang dominan tanpa membayangkan suatu tahap akhir. Tetapi siklus-siklus ini tidak sekedar pelipat-gandaan saja, sebaliknya ada banyak variasi dalam bentuk-bentuknya yang khusus dimana tema-tema budaya yang luas dinyatakan.

Kritik atas Positivisme Auguste Comte
Dalam sejarahnya Positivisme dikritik karena generalisasi yang dilakukannya terhadap segala sesuatu dengan mengatakan bahwa semua “proses dapat direduksi menjadi peristiwa-peristiwa fisiologis,fisika atau kimia ” dan bahwa “proses-proses sosial dapat direduksi kedalam hubungan antara tindakan-tindakan individu ” dan bahwa “organisme biologis dapat direduksi kedalam sistem fisika “.
Kritik juga dilancarkan oleh Max Horkheimer dan teoritisi kritis lain. Kritik ini didasarkan atas dua hal yakni ketidak tepatan positivisme memahami aksi sosial dan realitas sosial yang digambarkan positivisme terlalu konservatif dan mendukung status quo. Kritik pertama berargumen bahwa positivisme secara sistematis gagal memahami bahwa apa yang mereka sebut sebagai ”fakta-fakta sosial” tidak benar-benar ada dalam realitas objektif, tapi lebih merupakan produk dari kesadaran manusia yang dimediasi secara sosial. Positivisme mengabaikan pengaruh peneliti dalam memahami realitas sosial dan secara salah menggambarkan objek studinya dengan menjadikan realitas sosial sebagai objek yang eksis secara objektif dan tidak dipengaruhi oleh orang-orang yang tindakannya berpengaruh pada kondisi yang diteliti.Kritik kedua menunjuk positivisme tidak memiliki elemen refleksif yang mendorongnya berkarakter konservatif.Karakter konservatif ini membuatnya populer di lingkaran politik tertentu.


Sumber:
Paul, Jhonson Doyle, 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia

http://solehhamdani.wordpress.com/sosiologi/teori-sosiologi-kelasik/

Minggu, 04 Januari 2015

LAPORAN OBSERVASI MASYARAKAT NELAYAN DESA TAMBAK LOROK


LAPORAN OBSERVASI MASYARAKAT NELAYAN DESA TAMBAK LOROK



Disusun untuk memenuhi tugas Sosiologi terapan
 Oleh:
Nama               : Rima Ayu Riani
Nim                 : 3401413039
Rombel            : 1




JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
LAPORAN HASIL OBSERVASI MASYARAKAT NELAYAN  DESA TAMBAK LOROK, KELURAHAN TANJUNG MAS, KECAMATAN SEMARANG UTARA

Data yang dipaparkan dibawah ini bersumber dari mewawancari salah seorang warga desa Tambak Lorok yang bekerja sebagai nelayan yaitu bapak Trianto.
A.    Kondisi umum lingkungan desa Tambak Lorok

Desa tambak lorok terletak di bagian Semarang Utara, Kelurahan Tanjung Mas. Desa ini terletak dipesisir laut pelabuhan Tanjung Mas, tidak terlalu jauh dari pusat kota Semarang. Aktivitas warga dikampung ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat nelayan didaerah lain. Desa ini merupakan desa nelayan karena hampir 90%  masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Kondisi disekitar perkampungan nelayan ini tergolong kurang bersih karena terdapat limbah limbah dari pengupasan kerang hijau yang cangkangnya dibuang atau dibiarkan berceceran disekitar rumah masyarakatnya, limbah konveksi bekas-bekas kain dan juga sampah-sampah dari kegiatan rumah tangga masyarakat. Kondisi alam di pesisir pelabuhan Tanjung Mas juga sudah mulai tercemar, air laut yang sudah mulai keruh yang disebabkan oleh kapal-kapal bermesin yang menggunakan bahan bakar solar mulai mengotori air laut. Kondisi jalan yang mulai rusak dan udara yang gersang sehingga menyebabkan debu-debu berterbangan membuat akses jalan menuju perkampungan ini sedikit tidak nyaman. Diperkampungan ini terdapat pasar sebagai tempat jual beli masyarakatnya, karena masuk sebagai kampung nelayan barang-barang yang dijual dipasar juga tidak jauh dari hasil tangkapan nelayan berupa udang, rajungan maupun ikan-ikan laut lainnya. 
Keadaan rumah mereka juga tidak terlalu layak, jika dibandingkan dengan rumah pada masyarakat desa pada umumnya sebagian besar bentuk rumah diperkampungan nelayan Tambak Lorok ini terlihat berbeda dibagian atapnya yang cenderung lebih rendah, namun ada juga beberapa bentuk rumah panggung di desa ini yang bertujuan agar saat rob air tidak masuk kerumah. Menurut data yang saya peroleh dari bapak Trianto sebagai narasumber yang diwawancarai penduduk yang tinggal di perkampungan nelayan ini sebagian besar tidak berasal dari semarang melainkan pendatang dari Demak. Ada juga yang berasal dari jepara bahkan dari surabaya.

B.     Mata pencaharian

Desa yang terletak dipesisir laut pelabuhan Tanjung Mas ini, 90% masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Menurut narasumber yang saya wawancarai yaitu bapak Trianto yang juga seorang nelayan masyarakat desa Tambak Lorok tidak hanya bekerja sebagai nelayan, namun ada juga yang bekerja sebagai buruh pabrik yang terletak tidak jauh dari perkampungan mereka, penjahit dan pengupas kijing (kerang hijau). Pengupas kijing (kerang hijau) disini biasanya dilakukan oleh para perempuan. Nelayan desa Tambak lorok biasanya melaut pada musim-musim tertentu. Hasil tangkapan mereka saat melaut kebanyakan adalah udang dan rajungan, tetapi jika laut sedang pasang pada awal bulan januari sampai akhir bulan januari mereka tidak pergi melaut melainkan beralih profesi sebagai pencari kerang hijau. Masyarakat desa Tambak Lorok menanam bambu-bambu di pinggiran laut untuk membudidayakan kerang hijau sebagai alternatif jika gelombang laut sedang tidak bersahabat yang mengakibatkan para nelayan desa Tambak Lorok tidak dapat melaut. Dengan tidak melautnya para nelayan dan menjadi pencari kerang hijau membuat pengeluaran untuk bahan bakar kapal juga lebih hemat. Tidak hanya beralih sebagai pencari kerang hijau, para nelayan desa Tambak Lorok ini juga memanfaatkan waktunya jika sedang tidak berlayar dengan memperbaiki mesin-mesin kapal mereka atau sekedar membersihkan kapal dan mengecat ulang kapalnya. Seiring dengan perkembangan jaman pekerjaan sebagai nelayan di desa Tambak Lorok ini tidak diturunkan kepada anak-anak si nelayan, meskipun mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan namun para pemuda ataupun anak-anak para nelayan tidak mau menjadi nelayan juga seperti ayahnya, namun mereka lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik.

Para nelayan desa Tambak Lorok biasanya pergi melaut pada pagi hari sekitar pukul 06.00-12.00 namun jika melaut pada malam hari nelayan desa ini pulang pagi hari. Sementara para suami pergi melaut, para istri dirumah biasanya mengasuh anak ataupun cucu mereka, sebagai buruh pengupas kijing dan juga membantu para suami jika sudah pulang dari melaut. Ada juga yang berjualan warungan di depan rumah sebagai penghasilan tambahan. Pengahasilan yang didapat sebagai nelayan tidak menentu, jika pada hari biasa para nelayan bisa mendapat penghasilan sekitar 200-300 ribu dalam sekali melaut.


C.    Pendidikan Masyarakat Desa Tambak Lorok

Seperti pada masyarakat nelayan didaerah-daerah lain, pendidikan pada masyarakat desa Tambak Lorok masuk dalam kategori menengah kebawah. Sebagian besar masyarakatnya hanya mengenyam bangku pendidikan sampai sekolah dasar ataupun sekolah menengah pertama, lulusan sekolah menengah atas juga ada namun itu sudah maksimal. Ada juga yang meneruskan ke jenjang perguruan tinggi namun hanya satu dua orang saja yang mampu. Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Tambak Lorok yang tergolong menegah kebawah,  terkait dengan mata pencaharian masyarakatnya yang sebagian besar adalah nelayan. Penghasilan nelayan yang tidak seberapa dalam sekali melaut, tutur bapak Trianto.


D.    Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa Tambak Lorok

Pembagian startifikasi sosial di masyarakat perkampungan nelayan Tambak Lorok ini tidak terlalu berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya, karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Sebagian besar para nelayan di desa ini  umumnya memiliki kapal sendiri untuk melaut. Dalam sekali melaut biasanya kapal hanya diisi minimal oleh 2 orang nelayan. Namun jika kapal beranjang bisa diisi 8 sampai 10 orang nelayan saja, kapal beranjang sudah jarang digunakan dikarenakan harganya yang cukup mahal hingga puluhan juta. Jika kapal-kapal biasanya melaut mencari udang, pada kapal beranjang ini nelayan melaut mencari ikan teri. Pembagian kerja para nelayan saat melaut juga tidak terlalu diribetkan, kata bapak Trianto jika sudah di tengah laut mereka bekerja bersama saling bahu membahu, jika jaring yang ditebarkan sudah terisi hasil mereka menariknya keatas bersama-sama. Hasil tangkapan para nelayan dijual di tengkulak atau masyarakat sekitar menyebutnya dengan sebutan bakul seret, para nelayan tidak menjual hasil tanggkapan laut mereka ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) karena menurut para nelayan harga lelang di TPI kurang dibanding jika dijual di tengkulak.


E.     Interaksi antar masyarakat Tabak Lorok

Masyarakat nelayan desa Tambak Lorok hidup berdampingan dengan damai dan rukun. Namun dalam hal interaksi di masyarakat Tambak Lorok masih kurang, misalnya saja dalam pembangunan jalan sekitar desa, masyarakatnya kurang kompak dalam gotong royong pembangunan jalannya. Mayoritas masyarakat nelayan desa Tambak Lorok ini beragama islam. Pada masyarakat nelayan desa ini setiap bulan juga diadakan arisan PKK yang laksanakan pada minggu ke 2 sama seperti masyarakat desa pada umumnya. Terdapat perkumpulan-perkumpulan warga nelayan juga program pos pelayanan terpadu atau yang sering kita sebut dengan posyandu.

F.     Kesimpulan


Dari observasi yang dilakukan dikampung nelayan desa Tambak Lorok dapat ditarik kesimpulan bahwa kehidupan masyarakat nelayan didesa Tambak Lorok tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah kampung nelayan lainnya. Bertempat tinggal di pesisir laut dan dengan bekal pendidikan yang rendah membuat kehidupan masyarakat desa Tambak Lorok ini bisa dikatakan jauh dari kata cukup. Pekerjaanya masyarakatnya yang sebagian besar adalah seorang nelayan juga membuat stratifikasi sosial didesa ini tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan antar masyarakatnya.
Diberdayakan oleh Blogger.

 

© 2013 Rima Ayu Riani. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top